Meskipun berkiprah di tingkat nasional dan hari-harinya
lebih banyak di Jakarta, tapi hati kecil Jon Erizal selalu terpaut dengan Riau.
Bagaimana tidak, daerah ini adalah daerah kelahirannya. Cukup banyak kenangan
manis dan pahit yang dialaminya, terutama ketika masih kecil di Bengkalis.
“Istri saya bilang, setiap saya akan pulang kampung ke Riau, wajah saya selalu
memancarkan keceriaan. Apa yang saya makan selalu enak,” ujar penggemar mie
kuah kacang khas Bengkalis ini.
Selain itu, yang mendorong Jon Erizal selalu bersemangat
untuk pulang ke Riau adalah karena ibundanya, Hj. Torlina, yang kini sudah
berusia 78 tahun, masih tinggal di Kampung Parit Bangkung, Bengkalis. “Mak saya
tinggal dengan kakak di kampung. Beliau tak mau tinggal di Jakarta. Jadi,
setiap saat saya menghubungi beliau, untuk mencek kondisinya sekaligus mohon
do’a restunya,” kata pria santun ini.
Bagi Jon Erizal, Riau adalah segala-galanya. “Meski saya
berada di luar Riau, namun sebenarnya hati saya di Riau. Saya terus memantau
perkembangan daerah yang telah membesarkan saya, “ ujar Bendahara Umum DPP PAN
ini. Di mata sosok yang pernah dinobatkan sebagai manajer terbaik nasional ini,
Riau ibarat gadis cantik nan molek, dengan segala kekayaan sumberdaya alamnya.
Jadi, semua orang ingin melirik dan meraihnya.
Namun, di balik itu, Riau masih tertinggal jauh dibanding
daerah-daerah lainnya di Indonesia. Di segi infratruktur, masih banyak jalan
dan jembatan yang rusak, masih banyak desa dan kampung yang sukar dijangkau. Di
segi pendidikan, masih banyak yang harus dilengkapi, seperti teknologi dan
informasi. Begitu pula dengan kesehatan masyarakat, masih perlu perhatian khusus.
“Walaupun APBD (anggaran pembangunan) kita besar, tapi masih belum cukup untuk
mengejar ketertinggalan. Kita harus bersama-sama bahu membahu membangun Riau
agar bargaining position kita di pusat menjadi tinggi,” ujar mantan direktur
salah satu bank swasta nasional itu.
Jon Erizal ingin Riau diperhitungkan di tingkat nasional.
“Kita tidak iri dengan daerah lain, tapi paling tidak kita tidak ingin berada
di bawah,” ujarnya. Banyak potensi yang bisa ditawarkan untuk meraih simpati
nasional. Misalnya, kedekatan Bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Riau.
“Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Kita tak dapat bayangkan
jika Bahasa Indonesia berangkat dari bahasa daerah lain, mungkin lama kita
mempelajarinya. Jadi, peran Riau ini sangat menentukan,” ujar pengagum
sastrawan Soeman HS, tetangganya di Bengkalis, itu.
Nah, dengan segala potensi dan akses yang dimilikinya, Jon
Erizal ingin Riau sejajar dengan provinsi-provinsi lain dan diperhitungkan di
tingkat nasional. Riau harus lebih bermarwah lagi. Dan ia siap untuk
menjembatani itu semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar