Selasa, 27 Agustus 2013

JON ERIZAL, PUTRA RIAU BERKIPRAH TINGKAT NASIONAL



Kampung Parit Bangkung tidak begitu populer bagi warga Bengkalis. Maklum, tak ada yang menonjol dari kampung kecil tersebut. Parit Bangkung hanya dikenal sebagai kampung yang dulunya kumuh, sempit, dan tidak terurus. Walaupun letaknya dekat ke kota, tapi masyarakatnya hidup jauh dari hingar bingar kota. Masyarakat Parit Bangkung kebanyakan hidup dari nelayan, buruh, tukang, dan pedagang kecil-kecilan.

”Menyebut Parit Bangkung itu, dulu orang malu-malu,” kata Jon Erizal, putra asli Parit Bangkung itu. Lelaki kelahiran Bengkalis, 30 Desember 1961, ini menggambarkan Parit Bangkung sebagai kampung dengan kehidupan yang “keras”. Masyarakatnya harus banting tulang untuk menghidupi keluarga. Termasuk ibunda Jon Erizal, Hj. Torlina, yang harus masuk kampung ke luar kampung menjajakan pakaian. “Ibu saya pedagang pakaian keliling,” ujar Jon tanpa malu-malu.

Kehidupan keras tadi juga merembet ke anak-anak mereka. Bertengkar dan berkelahi sesama besar, sudah menjadi kebiasaan. Begitu pun di sekolah. Tapi, Jon termasuk pendiam di sekolah. “Kita merasa jauh dibanding teman-teman yang kaya dan sebagian anak pejabat. Kita selalu di belakang-belakang, tak berani ke depan,” kata Jon mengisahkan masa sekolahnya. Jon memang menghabiskan masa kecil, SD dan SMP di Bengkalis.

Namun dibalik kehidupan yang keras, terbentuk pribadi yang tangguh dan pekerja keras. “Lingkungan yang keras tadi telah menempa saya menjadi laki-laki yang penuh percaya diri,” ujar putra pesisir berambut pendek dan disisir menyamping ini. Maka, ketika kelas satu SMA, Jon hijrah ke Jakarta mengikuti orangtua laki-lakinya yang bertugas di ibukota. Jon menamatkan SMA di Jakarta tahun 1981, dan meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Jayabaya, tamat tahun 1987.

Selepas kuliah, Jon langsung terjun ke dunia profesional. Dia bekerja di berbagai perusahaan dan perbankan sampai 2002. Setelah itu, Jon banting stir menjadi entrepreneur sampai sekarang dengan bidang usaha perminyakan dan gas. “Menjadi entrepreneur itu lebih enak, dan lebih kreatif,” ujar Direktur Utama PT Arthindo Utama itu. Kini, Jon mengendalikan usahanya yang berada di daerah-daerah dari Jakarta. Dan tidak jarang dia terjun langsung ke lokasi-lokasi untuk meninjau jalannya perusahaan.

Di samping menjadi pengusaha, sejak 2010 lalu, Jon dipercaya sebagai Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN). Sosok putra Riau yang masih muda ini memang dikenal dekat dengan Ketua Umum DPP PAN M.Hatta Rajasa. “Pak Hatta bagi saya adalah sosok yang baik, rendah hati, pintar dan punya visi yang jauh ke depan, tidak hanya di bidang ekonomi, tapi lebih dari itu visi dalam membangun bangsa,” ujar suami dari Rita Benny Latief ini.

Setelah terjun ke gelanggang politik, hari-hari Jon memang lebih sibuk lagi. Di akhir pekan, sibuk melakukan konsolidasi dan kegiatan partai ke daerah-daerah se Indonesia, kadangkala mendampingi Ketua Umum DPP PAN. Hari-hari lain, mengurus perusahaan dan tidak jarang pula turun ke lapangan. Jon juga menyempatkan diri untuk menimba ilmu di Program Magister Manajemen, Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yoyakarta, tamat 2012.

Namun, sesibuk-sibuknya, Jon tidak pernah lupa dengan sang ibu, Hj. Torlina (78 tahun), yang tinggal di kampungnya di Bengkalis. “Mak (ibu,red), bagi saya sangat berarti. Walaupun berada di mana, saya selalu menelepon dan menghubungi mak. Nyaris tak ada kegiatan saya yang tanpa restu, mak,” kata Jon agak berkaca-kaca. Sementara orangtua laki-laki Jon sudah meninggal pada tahun 1991.

Riau, bagi Jon, adalah segala-galanya. Bengkalis, tentu, apalagi. “Riau seharusnya menjadi perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Sebab, Riau memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi bangsa dan negara ini. Bahasa Indonesia berasal dari Riau. Sebagian besar sumberdaya minyak dan gas nasional, dipasok dari Riau sejak puluhan tahun lalu. Tapi, Riau kok masih belum diperhitungkan di tingkat nasional? Di mana salahnya?,” kata mantan Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Bengkalis Riau, Jakarta, itu.

Karena itu, kebetulan dia dekat dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Jon berupaya membantu daerah kabupaten dan kota di Riau dengan mengambil kue pembangunan dari APBN untuk diserahkan ke kabupaten dan kota di Riau. Sejumlah kabupaten/kota seperti Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Siak, Pelalawan, Kampar dan Rokan Hulu, sudah menikmati hal ini. “Apa yang bisa saya lakukan untuk Riau dan kampung saya, akan saya lakukan. Kapan lagi kita bisa membantu daerah kita, selagi kita masih punya akses yang baik ke kekuasaan di Jakarta,” ujarnya.

Tentu, sesibuk-sibuknya, Jon tak akan pernah lupa untuk pulang kampung. Sebuah rumah papan berarsitektur Melayu Bengkalis asli, telah dibangunnya di Bengkalis, untuk sang ibunda. “Mak, tak mau tinggal di Jakarta. Sebentar di Jakarta, lalu minta pulang ke kampung. Jadi, saya harus pula sering pulang kampung,” ujar bapak dari tiga putri dan satu putra ini yakni Vasthi Erizal, kuliah di program magistes di Inggris, Fidya Erizal, kuliah di Melbourne, Australia, Vanya Erizal, siswa SMA Bina Nusantara, Jakarta, dan Bangga Erizal, siswa SMP Al Azhar Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar