Kampung Parit Bangkung tidak begitu populer bagi warga
Bengkalis. Maklum, tak ada yang menonjol dari kampung kecil tersebut. Parit
Bangkung hanya dikenal sebagai kampung yang dulunya kumuh, sempit, dan tidak
terurus. Walaupun letaknya dekat ke kota, tapi masyarakatnya hidup jauh dari
hingar bingar kota. Masyarakat Parit Bangkung kebanyakan hidup dari nelayan,
buruh, tukang, dan pedagang kecil-kecilan.
”Menyebut Parit Bangkung itu, dulu orang malu-malu,” kata
Jon Erizal, putra asli Parit Bangkung itu. Lelaki kelahiran Bengkalis, 30
Desember 1961, ini menggambarkan Parit Bangkung sebagai kampung dengan
kehidupan yang “keras”. Masyarakatnya harus banting tulang untuk menghidupi
keluarga. Termasuk ibunda Jon Erizal, Hj. Torlina, yang harus masuk kampung ke
luar kampung menjajakan pakaian. “Ibu saya pedagang pakaian keliling,” ujar Jon
tanpa malu-malu.
Kehidupan keras tadi juga merembet ke anak-anak mereka.
Bertengkar dan berkelahi sesama besar, sudah menjadi kebiasaan. Begitu pun di
sekolah. Tapi, Jon termasuk pendiam di sekolah. “Kita merasa jauh dibanding
teman-teman yang kaya dan sebagian anak pejabat. Kita selalu di
belakang-belakang, tak berani ke depan,” kata Jon mengisahkan masa sekolahnya.
Jon memang menghabiskan masa kecil, SD dan SMP di Bengkalis.
Namun dibalik kehidupan yang keras, terbentuk pribadi yang
tangguh dan pekerja keras. “Lingkungan yang keras tadi telah menempa saya
menjadi laki-laki yang penuh percaya diri,” ujar putra pesisir berambut pendek
dan disisir menyamping ini. Maka, ketika kelas satu SMA, Jon hijrah ke Jakarta
mengikuti orangtua laki-lakinya yang bertugas di ibukota. Jon menamatkan SMA di
Jakarta tahun 1981, dan meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas
Jayabaya, tamat tahun 1987.
Selepas kuliah, Jon langsung terjun ke dunia profesional.
Dia bekerja di berbagai perusahaan dan perbankan sampai 2002. Setelah itu, Jon
banting stir menjadi entrepreneur sampai sekarang dengan bidang usaha
perminyakan dan gas. “Menjadi entrepreneur itu lebih enak, dan lebih kreatif,”
ujar Direktur Utama PT Arthindo Utama itu. Kini, Jon mengendalikan usahanya
yang berada di daerah-daerah dari Jakarta. Dan tidak jarang dia terjun langsung
ke lokasi-lokasi untuk meninjau jalannya perusahaan.
Di samping menjadi pengusaha, sejak 2010 lalu, Jon dipercaya
sebagai Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN).
Sosok putra Riau yang masih muda ini memang dikenal dekat dengan Ketua Umum DPP
PAN M.Hatta Rajasa. “Pak Hatta bagi saya adalah sosok yang baik, rendah hati,
pintar dan punya visi yang jauh ke depan, tidak hanya di bidang ekonomi, tapi
lebih dari itu visi dalam membangun bangsa,” ujar suami dari Rita Benny Latief
ini.
Setelah terjun ke gelanggang politik, hari-hari Jon memang
lebih sibuk lagi. Di akhir pekan, sibuk melakukan konsolidasi dan kegiatan
partai ke daerah-daerah se Indonesia, kadangkala mendampingi Ketua Umum DPP
PAN. Hari-hari lain, mengurus perusahaan dan tidak jarang pula turun ke
lapangan. Jon juga menyempatkan diri untuk menimba ilmu di Program Magister
Manajemen, Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yoyakarta, tamat 2012.
Namun, sesibuk-sibuknya, Jon tidak pernah lupa dengan sang
ibu, Hj. Torlina (78 tahun), yang tinggal di kampungnya di Bengkalis. “Mak
(ibu,red), bagi saya sangat berarti. Walaupun berada di mana, saya selalu
menelepon dan menghubungi mak. Nyaris tak ada kegiatan saya yang tanpa restu,
mak,” kata Jon agak berkaca-kaca. Sementara orangtua laki-laki Jon sudah
meninggal pada tahun 1991.
Riau, bagi Jon, adalah segala-galanya. Bengkalis, tentu,
apalagi. “Riau seharusnya menjadi perhatian khusus oleh pemerintah pusat.
Sebab, Riau memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi bangsa dan negara
ini. Bahasa Indonesia berasal dari Riau. Sebagian besar sumberdaya minyak dan
gas nasional, dipasok dari Riau sejak puluhan tahun lalu. Tapi, Riau kok masih
belum diperhitungkan di tingkat nasional? Di mana salahnya?,” kata mantan Ketua
Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Bengkalis Riau, Jakarta, itu.
Karena itu, kebetulan dia dekat dengan Menko Perekonomian
Hatta Rajasa, Jon berupaya membantu daerah kabupaten dan kota di Riau dengan
mengambil kue pembangunan dari APBN untuk diserahkan ke kabupaten dan kota di
Riau. Sejumlah kabupaten/kota seperti Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti,
Siak, Pelalawan, Kampar dan Rokan Hulu, sudah menikmati hal ini. “Apa yang bisa
saya lakukan untuk Riau dan kampung saya, akan saya lakukan. Kapan lagi kita
bisa membantu daerah kita, selagi kita masih punya akses yang baik ke kekuasaan
di Jakarta,” ujarnya.
Tentu, sesibuk-sibuknya, Jon tak akan pernah lupa untuk pulang kampung. Sebuah rumah papan berarsitektur Melayu Bengkalis asli, telah dibangunnya di Bengkalis, untuk sang ibunda. “Mak, tak mau tinggal di Jakarta. Sebentar di Jakarta, lalu minta pulang ke kampung. Jadi, saya harus pula sering pulang kampung,” ujar bapak dari tiga putri dan satu putra ini yakni Vasthi Erizal, kuliah di program magistes di Inggris, Fidya Erizal, kuliah di Melbourne, Australia, Vanya Erizal, siswa SMA Bina Nusantara, Jakarta, dan Bangga Erizal, siswa SMP Al Azhar Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar